05 Juni 2008

CINTA BUAT ASTUTI

Astuti, cewek manis berperawakan tinggi semampai, dengan jilbab yang tak pernah lepas dari kepalanya serta senyum lembut yang selalu menghiasi bibirnya. Namun siapa sangka Astuti terkenal garang dengan makhluk yang namanya cowok. Apabila ada yang menggoda cewek ini di pinggir jalan dia selalu memasang tampang yang judes dan bete abis. Tak jarang dia menimpuk batu cowok-cowok yang suka nongkrong di pinggir jalan hanya karena bersuit-suit menggoda. Aduh..pokoknya ada ada saja hal-hal yang dilakukannya sebagai protes ketidaksukaannya pada cowok yang suka jahil padanya.

Termasuk salah satu teman sekelasnya yang selalu menggodanya setiap hari. Cowok usil, begitu Astuti menamai cowok itu dalam hati. Setiap hari ada saja hal-hal yang dibuatnya untuk membuat Astuti jengkel. Kalau meminjam sesuatu, pasti dikembalikan dalam kedaaan yang tidak OK lagi. Kalau meminjam penggaris Selalu pulang dalam kedaan patah menjadi dua. Kalau meminjam penghapus pensil, selalu dikembalikan dengan tulisan I♥U. Kalau ada guru yang memberi kesempatan pada siswa untuk memberikan tanggapan pada materi pelajaran, selalu dia nyeletuk “Astuti Buuu”.

Astuti merasa keki habis, setiap hari dikerjain seperti itu oleh Satria. Ekspresi tak suka selalu dia perlihatkan setiap kali Astuti bertemu pandang dengannya. Tak Jarang kegenitan Satria membuat hari-hari Astuti seperti di neraka. Kenapa sih ada lo di kelas inis?. Apa ga ada yang lebih Ganteng gitu? Apa ga ada yang lebih simpatik caranya berteman? Rutuk Astuti dalam hati. Dia tidak mau terlibat dengan apapun yang berkaitan dengan Satria. Tapi ia merasa seperti mendapat kutukan. Setiap ada tugas kelompok, Satria selalu berada di kelompoknya, setiap ada praktikum biologi, Satria selalu menjadi anggota kelompoknya.

“Ya..Ampun.. apa sih salah dan dosaku?”, keluh Astuti pada teman sebangkunya, Vena. “Masak kelompok studi wisata gue juga satu kelompok sama kunyuk itu? Bosan tau Ven, dijahilin melulu. Ngidam apa kali emaknya, hingga gue jadi sasaran melulu”

“Lo nya aja yang telmi, masak lu ga ngerti juga kalo Satria naksir sama lo?” Setengah mati Astuti membelalak mendengar apa yang dibilang sahabatnya. “Masak naksir begitu Ven, babak belur gue dikerjain”, sembur Astuti tak habis pikIr akan dugaan sahabatnya itu.

“Ya, namanya juga cari perhatian. Lain kepala lain isinya kan Neng,’ jawab Vena santai. Cara seseorang untuk menarik perhatian kan beda-beda”.

“Ah Lunya aja kali yang lagi telmi. Dimana-mana, orang yang lagi jatuh cinta tuh, ya ngirim bunga, sms mesra, ngasih coklat berbentuk hati, ngucapin selamat pagi, dan hal –hal lain yang romantis gitu. Bukannya kayak Kunyuk satu itu, tiap hari kerjanya bikin gue bete setengah mati,’’ Astuti tak mau kalah, tetap bertahan sama argumennya.

“ Udah,udah… mana pernah ada sejarahnya sih, gue menang debat ama lo?”. Kata Vena berusaha menutup pem,bicaraan. “Mending ngomongin hal lain yang bikin otak seger abis belajar fisika yang gurunya gualak minta ampun.

Sudah seminggu sejak obrolannya dengan Vena, Astuti merasakan rasa tenang dan aman dari gannguan. Pasalnya Satria tidak masuk sekolah karena sedang mengikuti orangtuanya pulang keluar Jawa. Tak henti-henti ia bersyukur dalam hati karena Satria tidak masuk sekolah. “Yang lama dong mudiknya” pintanya dalam hati.

Tepat seminggu Astuti tidak bertemu dengan Satria. Kabar yang terdengar selanjutnya adalah bahwa Satria sedang dirawat di rumah sakit. Walaupun dengan sedikit ketidakrelaan, Astuti ikut juga rombongan yang akan menjenguk Satria di rumah sakit. Ah, nanti juga sembuh, pikirnya. Di perjalanan menuju rumah sakit, Astuti mendengar berita yang membuatnya terkejut. Ternyata Satria sakit Leukimia, yang sudah diidapnya sejak empat tahun yang lalu. Sekarang untuk kesekian kalinya Satria harus dirawat di rumah sakit karena kecapaian pulang dari Palembang. Oh, parah juga rupanya sakit si Kunyuk itu”, kata Astuti dalam hati.

Sampai di rumah sakit, kejutan lagi yang didapatkan oleh Astuti. Ia bertemu dengan ayahnya di sana. Ternyata Satria adalah anak Bos ayahnya. Duh, sempit amat sih dunia? Masih merutuk. Masih takjub karena apa yang terjadi, tiba tiba terdengar jeritan tangis dari dalam ruang perawatan satria. Kami semua yang berada di luar ruangan segera menghambur masuk untuuk mengetahui apa yang terjadi.

Sebuah pemandangan yang sangat memilukan. Mamanya Satria memeluk Tubuh Satria yang sudah sangat kurus, wajahnya sangat pucat seolah sudah tak ada sinar kehidupan lagi. Ternyata Satria sudah meninggal.

Tiba-tiba terbayang di depan mata Astuti semua tingkah laku Satria yang selama ini terhadapnya. Rasa kehilangan selama dua minggu ini ternyata dijawab oleh fakta yang sangat menyedihkan. Ya, Astuti merindukan semua keisengan yang dilakukan Satria padanya setiap hari di kelas. Semula ia tak menyadari bahwa itu semua berarti, tapi setelah Satria pergi. Ternyata rasa cinta tak selalu terungkap dalam bentuk romantisme yang indah-indah saja. Bahkan rasa sayangnya untuk satriapun selama ini tertutup oleh rasa jengkel karena keisengan satria.

Airmata Astuti mengalir deras di suatu senja ketika dia sengaja datang ke makam Satria untuk mengakui semuanya. Dia duduk depan pusara yang masih merah tanahnya. “Padahal Satria, masih banyak yang ingin aku ungkapkan padamu, masih banyak waktu untuk kita menulis cerita, tapi ternyata aku salah sangka. Seandainya aku bisa memutar waktu untuk kembali ke hari-hari kemarin. Tentu tak akan sama hari-hari yang Sudah berlalu. Tentu akan lebih manis pena diary itu menggoreskan tinta kenangan yang menggema di jiwa. Satriaku,... selamat jalan..............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar