21 Januari 2010

LEARNING JOURNAL 3
Tanggal 13 Januari 2010
Di SMP Negeri 1 Leuwiliyang.
Perencanaan adalah proses mengembangkan rencana tindakan yang secara kritis untuk meningkatkan atau memperbaiki proses pembelajaran. Tahapan ini berupa menyusun rancangan tindakan yang menjelaskan tentang apa, mengapa, bagaimana, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut akan dilakukan. Agar pembelajaran lebih terarah dan terfokus, ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh guru pemandu yang akan memandu kegiatan ini.
Modal awal penyusunan rencana adalah adanya permasalahan. Berdasarkan permasalahan (juga mencakup penyebab timbulnya masalah), guru peserta mencoba mencari cara untuk memperbaiki atau mengatasi masalah tersebut. Dengan perkataan lain, dalam langkah ini, guru peserta merencanakan tindakan perbaikan yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Langkah ini sangat penting untuk dilakukan karena melalui perencanaan yang matang, maka pelaksanaan tindakan dapat dilaksanakan dengan baik sehingga dapat diperoleh balikan.
Dari Case study yang telah aku susun berikut ini rmusan masalah dan rencana Tindakan yang akan kulakukan.
Rumusan Masalah dan Rencana Tindakan

Rumusan Masalah:
Apakah penggunaan media internet (blog) dapat meningkatkan minat siswa dalam menulis cerpen?
Siswa menunjukkan minat ketika guru menggunakan media internet (blog)

Rencana Tindakan:

1. Guru memberikan penjelasan umum tentang materi ajar atau prosedur kegiatan
2. Guru menunjukkan tulisan tulisan yang ada di dalam blog
3. Guru menunjukkan slide slide yang berisi urutan sebuah cerita

INSTRUMEN
 Istrumen yang dimaksudkan dalam PTK model BERMUTU adalah alat yang digunakan oleh guru peserta atau observer untuk mengukur dan mengambil data yang akan dimanfaatkan untuk menetapkan keberhasilan dari rencana tindakan yang dilakukan.
 Ada tiga teknik yang dapat digunakan untuk pengumpulan data kualitatif, yakni:
- pengumpulan data melalui pengalamannya sendiri;
- pengumpulan data melalui pertanyaan oleh peneliti, misalnya melalui wawancara, kuesioner, skala sikap, dan tes baku;
- pengumpulan data melalui pembuatan atau pemanfaatan catatan, seperti: data arsip, jurnal, videotape, catatan lapangan, dll.
 Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data berkaitan erat dengan evaluasi hasil belajar dan kriteria keberhasilan belajar yang ditetapkan
 Dilihat dari sisi proses maka instrumen untuk pengambilan data PTK dapat dibedakan menjadi 3, yakni: Instrumen input, instrumen proses, dan instrumen output.
 Dilihat dari sisi hal yang diamati, ada tiga jenis instrumen, yakni:
1) Instrumen untuk mengamati guru peserta à terkait dengan keterlaksanaan tindakan atau bagaimana guru peserta melaksanakan pembelajaran sesuai sintaks atau tahapan yang direncanakan.
2) Instrumen pengamatan kelas à untuk merekam segala kejadian yang terjadi dalam pembelajaran.
3) Instrumen pengamatan siswa à untuk mengungkapkan berbagai aspek yang terkait dengan aktivitas atau proses belajar dan hasil belajar yang dicapai siswa, baik secara indivisual atau kelompok.
 Secara umum ada beberapa bentuk instrumen yang biasa digunakan, yakni: pedoman observasi, pedoman wawancara, kuesioner, dan tes.
Jenis Data dan Instrumen

Rumusan masalah PTK:
Apakah penggunaan media internet (blog) dapat meningkatkan minat siswa dalam menulis cerpen?

Data Instrumen Catatan
  1. Keterlaksanaan skenario pembelajaran aktivitas kerja kelompok, kemampuan bertanya
  2. Hasil belajar kognitif (Pemahaman konsep/materi ajar) Tes uraian
  3. Minat siswa dalam belajar menulis kuesioner

Ketika mulai memikirkan rencana Tindakan PTK dari rumusan masalah yang sudah aku tentukan sebelumnya dari Case study yang aku tulis tenyata aku menemui kesulitan dengan sarana dan prasarana di sekolahku mengenai internet. Karena alasan teknis, yaitu perbaikan jaringan di sekolah belum selesai, jadi belum bisa digunakan untuk online. Jadi inti dari rencana tindakannku tidak bisa dilaksanakan. Akhirnya setelah aku pertimbangkan masak-masak, aku memutuskan untuk mengganti rencana PTK yang akan aku laksanakan. Karena kalau aku memaksakan diri, berarti aku melanggar prinsip PTK, walaupun itu berarti aku harus mengulang beberapa langkah yang sudah aku lakukan sebelumnya dari awal lagi. Hm... Walaupun berkesan buang waktu, tapi itu adalah satu satunya jalan yang harus aku tempuh.
Dari sekian banyak permasalahan di kelasku, aku akhirnya memutuskan untuk memilih rumusan permasalahan yang aku identifikasi dari Case study yang lain lagi. Berikut ini adalah Case studyku yang kedua.
Case Study:
SULITNYA BERBICARA
Berbicara memang kompetensi yang cukup sulit diajarkan. Siswa cenderung pasif dan tidak bisa mengungkapkan pikirannya dalam bentuk lisan karena berbagai hal, yaitu : malu, tidak percaya diri, dan hal hal lain yang biasanya bersifat psikologis. Atau bisa jadi kelemahan ada di pihak guru yang kurang memberikan motivasi atau justeru melakukan hal hal yang membuat siswa sendiri takut untuk berbicara. Aku suka kehilangan cara untuk memotivasi siswa agar mau berbicara. Jenis jenis motivasi sudah aku gunakan untuk memotivasi mereka agar mau belajar dan mencoba untuk berbicara, berbagai usaha juga sudah aku gunakan untuk meningkatkan kemampuan berbicara mereka, tetapi hasilnya tidak menunjukkan hasil yang signifikan.
Suatu hari, dalam pembelajaran berbicara, tepatnya kompetensi dasar yang aku ajarkan adalah melaporkan secara lisan berbagai peristiwa dengan menggunakan kalimat yang jelas. Aku mencoba untuk menjadi model dalam pembelajaranku sendiri.
Seperti biasa, setelah mengkondisikan kelas dengan mengatur ulang susunan meja kursi yang berantakan karena kebetulan pelajaran sebelumnya menggunakan metode diskusi, dan mengecek kehadiran siswa, aku mulai dengan apersepsi dan motivasi. Aku bertanya pada siswa, apakah meraka suka menonton infotainment, mereka hampir serempak menjawab “Yaaa, suka sekali”.
“Makanan sehari-hari tuh Bu,’
“Gosip artissss top abiss,”
dan berbagai komentar lain yang menandakan bahwa mereka sering sekali menonton acara infotainment.
Apa sih yang menarik selain gosip artis?
“Kuis interaktifnya, Bu”
“Bintang tamunya”.
“Pembawa acaranya cantik” kata seorang anak lelaki yang duduk di meja paling belakang, yang spontan dijawab “huuuuuu” oleh teman-temannya.
“OK, berarti intinya kalian semua sering melihat infotainment kan? Kalian memperhatikan pembawa acaranya kan?, malah tadi ada yang mengatakan pembawa acaranya cantik segala,. Nah... ada yang tertarik untuk menjadi pembawa acara atau presenter infotainment?”. Banyak jawaban dari mereka, ada yang mengajukan nama temannya, ada yang bertanya bagaimana caranya, tapi ada pula yang mengungkapkan “mimpi kaleeee”.
“Eit, bukan mimpi, semua orang berhak untuk bisa menjadi sesuatu yang diinginkannya, kalian semua juga bisa menjadi seorang presenter seperti yang ada di TV. Syaratnya mudah, yang pertama adalah latihan, dan itu yang akan kita lakukan dalam pembelajaran kali ini. Kita akan belajar melaporkan sesuatu secara lisan kepada orang lain, seperti yang sudah dilakukan oleh seorang presenter “.
“Bagaimana? Mau tidak belajar menjadi seorang presenter atau reporter?”.
“Mauuuuu”.
“Boleh Tuh..”.
Seperti biasa suasana riuh terjadi di awal awal kelasku karena mengomentari berbagai pancinganku untuk membawa mereka ke dunia yang akan mereka pelajari. Karena secara jelas aku harus menyampaikan apa kegunaan sesuatu yang dipelajari untuk kehidupan mereka yang sebenarnya di masyarakat. Tetapi suasana riuh itu akan segera berubah hening ketika aku sudah benar benar memberi waktu kepada mereka untuk berbicara, mengungkapkan pendapat, berkomentar dan lain lain yang berkaitan dengan kompetensi berbicara.
Setelah aku menyampaikan Kompetensi Dasar yang akan kuajarkan dan memberitahukan kepada mereka tujuan belajarnya, tak lupa aku menyampaikan kegunaan apa yang akan dipelajari hari itu untuk kehidupan mereka yang akan datang, serta berbagai kemungkinan lapangan kerja yang akan bisa didapat apabila mereka ahli dan mempunyai kompetensi yang baik mengenai materi yang akan dipelajari hari itu, aku melanjutkan dengan menyampaikan prosedur yang akan dilaksanakan. Bahwa mereka akan dibagi menjadi kelompok-kelompok, satu kelompok terdiri dari empat orang siswa. Dan setiap kelompok akan bersama sama menyusun sebuah laporan peristiwa dan melaporkannya di depan kelas.
Sebelum mereka mendiskusikan tugas yang aku berikan untuk di bahas pada masing-masing kelompok, aku memberikan contoh pelaporan lisan di depan kelas, jadi aku menggunakan diriku sendiri untuk menjadi model pembelajaran. Setelah pemodelan selesai aku mengajak mereka untuk bertanya jawab mengenai cara cara pelaporan lisan yang baik dan bagaimana susunan bahasa serta urutan materinya. Tak lupa aku menyampaikan prinsip 5 W dan 1 H kepada mereka supaya materi pelaporan mereka lengkap.
Setelah tanya jawab selesai, aku membagikan artikel artikel berita yang sudah aku siapkan. Masing masing kelompok mendapat artikel yang berbeda dengan kelompok lain. Setelah itu mereka akan menyusun sebuah laporan peristiwa dan melaporkannya di depan kelas, setiap satu kelompok diwakili oleh satu orang.
Mereka mulai berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Ada siswa yang aktif, tapi kebanyakan mengobrol sendiri. Aku mulai berkeliling untuk memberikan arahan dan motivasi. Beberapa anak di belakang yang tadinya mengobrol, setelah aku dekati, dia diam dan mencoba untuk berdiskusi dengan anggota kelompoknya, tetapi dia tidak memberikan usulan apa apa. Dia hanya rikuh kepadaku. Sulitnya membawa mereka tertarik untuk berdiskusi dan masuk ke pelajaran ini.
Setelah beberapa lama, aku menanyakan apakah ada kesulitan, tak ada yang menjawab. Hal ini juga yang selalu menjadi suatu pemikiran buatku. Begitu sulitkah untuk bertanya. Apakah mereka malu atau aku yang kurang bisa memberikan motivasi. Atau bahkan aku pernah memberikan reaksi yang salah ketika ada anak yang bertanya, sehingga mereka tidak berani bertanya, atau bagaimana?. Bingung. Berbicara memang tak mudah untuk diajarkan, terutama di kelasku.
Akhirnya waktunya sampai. Mereka sudah selesai dan masing masing sudah menunjuk siapa anggota kelompok yang akan mewakili kelompoknya untuk melakukan pelaporan lisan di depan kelas.
Kelompok pertama diwakili oleh Iva. Dia anak pindahan dari Jakarta, prestasinya nampak lebih menonjol dari siswa lain. Penampilannya lumayan, cukup percaya diri, dan semua ucapannya jelas. Tetapi masih terpaku pada teks yang dia bawa.
Setelah penampilan pertama aku meminta kelompok lain untuk memberi komentar atau menilai penampilan temannya. Tetapi tak ada satupun yang menyampaikan pendapatnya. Hanya komentar komntar yang dan tidak atas pertanyaan pancingan yang aku sampaikan.
“Apakah pengucpannya kalimatnya jelas?” tanyaku
“Ya”.
Bagaimana ekspresi wajah Iva, apakah sudah bagus sesuai dengan laporannya”?.
“Sudaah”.
Dan mereka tak akan memberikan komentar apa apa tanpa aku beri pancingan dengan pertanyaan.
Kelompok kedua diwakili oleh Ema Herviana, siswa pintar tapi pendiam sekali, penampilannya kurang menarik, suaranya tidak terdengar jelas, urutan peristiwa dan kalimat yang digunakan masih hampir sama dengan artikel berita yang aku berikan.
Perwakilan kelompok lain juga tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Kebanyakan masih terpaku pada teks, suaranya kurang lantang, susunan ceritanya tidak runtut, ada yang tertawa-tawa dan tidak mau berbicara karena merasa tidak bisa, dan sebagainya. Bahkan ketika dalam refleksi, ketika aku menanyakan kesulitan apa yang mereka temui untuk melaporkan sesuatu secara lisan, mereka tak memberi reaksi yang berarti.
Aku kecewa dengan apa yang aku dapat hari ini. Bagaimana lagi ya caranya? Supaya mereka benar benar tertarik untuk bisa berbicara di depan umum? Untuk benar benar berusaha dengan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk bisa menguasai kompetensi dasar ini. Tuhaaaaaan Toloooong.

Identifikasi Masalah:
Hasil Identifikasi Masalah Berdasarkan Case Study

Masalah Pembelajaran yang muncul di kelas Masalah pembelajaran yang akan di perbaiki. Analisis Masalah Rumusan Masalah
  1. Waktu pembelajaran berbicara siswa kurang antusias, kurang berminat serta tidak ada motivasi dalam pembelajaran pelaporan peristiwa secara lisan.
  2. Siswa merasa gugup, malu, tidak berani, dan tidak percaya diri untuk berbicara.
  3. Siswa tidak berani mengungkapkan pendapat/bertanya.
  4. Kemampuan berbicara siswa rendah.

Rumusan masalah yang baru:
Apakah penggunaan media audio visual dapat meningkatkan motivasi siswa dalam kegiatan pelaporan lisan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar