30 Desember 2011

RESOLUSI AKHIR TAHUN SANG GURU

RESOLUSI AKHIR TAHUN 2011
 By Endang Setiyaningsih

 Waktu berjalan tanpa kita sadari. Detik dan menit berlalu, hari dan minggu seolah berlari, bulan berganti dengan hitungan yang tanpa kita sadari, Januari serasa mimpi karena menemu Desember terlalu dini. Tapi apa daya, waktu berjalan tanpa mempedulikan kita yang terengah mengejar asa. Adakah target dan tujuanmu sudah tercapai akhir tahun ini? Sementara tahun akan segera berganti. Apakah impian dan resolusi yang ingin kau gapai Desember tahun lalu sudah kau gapai akhir tahun ini? Jawabannya ada pada dirimu sendiri.

 Pada dasarnya tujuan bukanlah segalanya, tapi proses yang berkualitas adalah yang paling utama. Aku sendiri? Rasanya aku akan termasuk orang orang yang tak bersyukur apabila aku menyimpulkan bahwa aku tak meraih apa yang aku mau tahun ini. Untuk itu aku ingin mengucap syukur dan terimakasihku untuk Tuhanku yang selama ini mendampingi langkah langkahku, mengingatkan aku dengan berbagai teguran entah itu luka atau kecewa, mendewasakan aku dengan orang orang yang tak mendukung aku atau menatapku miring dan kurang setuju atas apa yang aku raih dan peroleh. Tuhan yang telah menyentilku dengan lembut karena aku mungkin telah membuat luka dan membuat orang lain tak berkenan dengan segala ucap dan sikap. Tuhan benar benar menyayangi dengan memberiku tangis atas amarah yang mengemuka ketika menemu angkara, Aku merasa Tuhan terlalu memperhatikanku sehingga memberiku berbagai macam dilema yang harus aku putuskan mana yang baik untukku dan untuk semua. Walau kadang aku sedikit ngeyel dan berontak atas alur yang disediakan olehNya, kadang aku tak menurut pada jalan setapak yang lurus itu, kadang aku belok ke arah manis yang kukira lezat akan kurasa, tetapi nyatanya hanya semu dan fatamorgana saja. Aku bandel, aku pemberontak, aku suka melawan, tapi Tuhan tetap setia menegurku dengan berbagai fakta menyakitkan atau menyenangkan, anugrah atau berkah. Maka aku sendiri yang harus menentukan, apakah aku patut berkata bahwa aku cukup meraih nilai positif tahun ini dari Tuhan yang maha sempurna dalam melakukan evaluasi kehidupan, atau aku hanya bertahan di angka enam saja tanpa perubahan? Ah, maka itulah mengapa aku mencoba untuk menuliskan sebuah catatan.

 Sedih rasanya melihat jejakku yang berdebu, Ya Tuhanku, hanya ampun yang kuharap darimu atas milyaran dosaku, menunda waktu untuk beribadah kepadamu, Mengambil hak hak muridku atas waktu waktu yang aku ambil untuk dinas luar, memberikan hasil evaluasi yang kadang bias oleh subyektivitas, lupa memberikan motivasi kepada mereka untuk lebih antusias menatap dunia sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas diri yang kaffah dalam kaitannya dengan hablum minallah dan hablum minnaa nass, mengucap kata kata yang memuat luka keluarga kecilku, sahabat dan saudara saudaraku. Aku tahu airmata tak berguna, hanya sebuah kontemplasi yang diikuti dengan langkah nyata yang mau dan bersedia untuk merubah apa- apa yang selama ini salah, dan menggantinya dengan seratus persen kesadaran dan keinginan penuh untuk hijrah ke yang lebih terarah. Hari hari yang kujalani seharusnya berjalan lebih bijak. 
Mengingat bahwa aku adalah seorang guru yang harus memberikan sikap yang mencerminkan keteladanan. Membuat berbagai inovasi pembelajaran sehingga lebih bisa meraih hati siswa untuk bisa duduk di setiap kelas yang ku pegang. Rasanya fakta bahwa aku seorang guru cukup menyenangkan, tetapi permasalahannya apakah aku sudah cukup melakukan self assesment sendiri atas kompetensi dan profesionalismeku. Tak guna sedikitpun apabila aku membuat berbagai perangkat mengajar hanya untuk memenuhi standar dari sepervisor atau assesorku. Kasihan muridku kalau aku hanya seperti itu. Sungguh, itu tak adil untuk mereka, seharusnya aku melakukannya untuk memneuhi hak para siswa untuk memperoleh sesuatu, yang benar benar sesuatu dalam tanda kutip, yang bisa dipertanggungjawabkan pada negara, dan pada yang maha segala, yaitu Dzat yang maha guru di atas sana. Menjadi seorang agen perubahan yang harus menyampaikan amanat bangsa pada generasi penerus bangsa adalah hal yang sangat membanggakan bagiku. 
Aku guru, aku tak malu menyebut profesiku ini kemanapun aku bersosialisasi. Aku senang menunjukkan sesuatu dan mendampingi anak anak didikku melihat sesuatu dari kacamata seorang pembelajar. Pembelajar yang berhasil adalah pembelajar tentang kehidupan. Maka selalu mengaitkan apa yang mereka pelajari di kelas dengan apa yang mereka hadapi di kehidupan. Mereka harus tahu bahwa apa yang mereka pelajari itu bukan maya, bukan langit, tapi nyata, tapi bumi. Dan kenyataan itu sering membuatku bertanya pada diriku sendiri, Apakah aku benar sudah amanah dalam mengemban amanat berat ini? Apakah proses yang aku lalui sekarang ini benar benar sudah mengantarkanku pada tugas sejatiku?
 Dalam UU Sisdiknas disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Apakah langkah langkah kecilku sudah merupakan cerminan strategi untuk melaksanakan fungsi itu? Apakah proses pembelajaran yang aku lakukan selama ini sudah cukup representatif untuk membuktikan bahwa fungsiku memang untuk menjadikan anak anak didikku menjadi pribadi yang disebutkan dalam Undang Undang itu. Hmm, aku perlu refleksi rasanya. 

Hmm, sebentar aku merenungkan jejakku selama perjalanan tahun 2011 ini, Masih sama dengan tahun sebelumnya, aku mengajar kelas 9, semester satu aku mengajar dengan bahagia, karena aku masih mengajar seperti seharuanya. Aku punya beberapa SK dan KD yang harus aku sampaikan ke anak. Karena mata pelajaran yang aku pegang adalah bahasa Indonesia, maka kebanyakan aku mengajar skill pada mereka, aku mengajari mereka bagaimana harus menguasai KD dalam setiap materi yang aku berikan sesuai dengan ruang lingkup mata pelajaranku, yaitu :Mendengarkan, Berbicara, Membaca dan Menulis. Sepanjang semester satu aku masih selalu enjoy dengan mengajak siswa untuk mempelajari berbagai KD yang ada dalam standar isi dalam permendiknas. Beberapa KD aku anggap di luar dugaan hasilnya, tapi beberapa KD hasilnya masih standar, dan belum memuaskan aku. Desember ini adalah akhir semester satu, dan hmm terus terang aku sudah khawatir dengan proses yang akan aku lalui bersama anak anak didikku di sepanjang semester dua nanti. Persiapan untuk menghadapi UN benar benar membuatku tak berkutik, pembelajaran KD-KD yang ada dalam semester dua akan aku padatkan, dengan menggantinya dengan drill untuk mempersiapkan siswa menghadapi UN yang lebih. Aku tahu salah, tapi harus kulakukan karena kelulusan siswa masih ditentukan sebagian oleh Ujian Nasional. Rupanya rasio dan logika masih kalah sama politik. Kapan pendidikan di Indonesia akan maju kalau masih bercampur baur dengan politik? Jawabannya adalah kapan kapan. (smile) 
Tapi mengeluh bukan solusi yang baik, selalu mengkritik kebijakan tak banyak memberikan pengaruh. Yang perlu kita lakukan adalah membuat kita bermanfaat bagi orang lain, mengubah sesuatu harus dari diri sendiri baru kemudian baru mengubah sesuatu yang dekat dengan dirimu sendiri, yang terjangkau olehmu, dan bukan membayangkan akan mengubah negara dan bangsa ini, berkaitan dengan hal ini ada satu puisi indah yang aku sangat sukai maknanya, sebenarnya puisi ini adalah sebuah catatan yang terukir di pemakaman Westminster Abbay, Inggris, Tahun 1100M.

Willingness to change (Kesedian untuk berubah)

 Ketika Aku masih muda dan bebas berkhayal
 Aku bermimpi ingin merubah dunia 
Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku
 Kudapati bahwa dunia tak kunjung berubah 
Maka cita cita itupun kupersempit Lalu kuputuskan untuk.. hanya mengubah negeriku 
Namun nampaknya, Hasrat itupun tiada hasil 
Ketika Usia semakin senja, dengan semangatku yang masih tersisa 
Kuputuskan untuk mengubah keluargaku, orang orang yang paling dekat denganku 
Tetapi celakanya merekapun tak mau berubah
 Dan kini, sementara aku terbaring saat ajal menjelang 
Tiba tiba kusadari Andaikan yang pertama yang kuubah adalah diriku 
Maka dengan menjadikan diriku teladan 
Mungkin aku bisa mengubah keluargaku
 Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka
 Bisa jadi akupun mampu memperbaiki negeriku 
Kemudian siapa tahu Perubahan negeriku akam membuat dunia ini berubah

 Kesediaan untuk berubah itu yang paling utama. Mengeluh, protes, demo adalah bagian dari demokrasi, tetapi apakah dengan itu masalah akan teratasi? Kalau kita hanya selalu fokus dalam verbalisme saja, kapan kita akan berbuat sesuatu untuk anak anak didik kita? Biarkan pemangku kepentingan dan pemegang kebijakan menjalankan tugasnya dengan tenang, lalu kita fokus dengan apa yang kita lakukan. Fokus dengan action kita di kelas, action yang diskenariokan sedemikian rupa, dipikirkan dengan matang karakter apa yang akan kita masukkan dalam pembelajaran, bukan hanya action improvisasi saja merasa sudah sempurna menguasai materi belajar. Aku, rasanya harus melepaskan diriku dari rasa sombong itu, bahwa aku sudah bertahun tahun mengajar, maka tampil di kelas bukan sesuatu yang perlu dipersiapkan. Hello Bu guru,.. its not as simple as that. Berdiri di depan kelas, tak pernahkah kau bayangkan efeknya akan bertahun tahun ke depan. Kata, contoh, visualisasi, yang kau bawa ke dalam kelas akan mempengaruhi pikiran berpuluh puluh siswa bahkan beratus-ratus siswa.
 Pernahkah kau bayangkan, sekalimat dua kalimat motivasi yang kau berikan pada anak didikmu akan membawanya ke kursi DPR? Tak pernahkah kau bayangkan inspirasi yang kau munculkan di kelas akan bertahun-tahun bertahan di benak siswa sampai akhirnya giliran dia dalam menentukan nasib bangsa, Pernahkah terbayangkan olehmu seorang anak akhirnya menjadi seorang bupati karena secuil kisah yang kau berikan di kelasmu, bertahun tahun sebelumnya, sehingga membuatnya memperoleh motivasi dan inspirasi.
 Oh my God, Dapatkah kau bayangkan seandainya setiap kata, (catat : SETIAP KATA) yang kau ucapkan di kelas adalah sesuatu yang sudah kau kemas sedemikian rupa sehingga bermakna untuk mereka. Rasanya ketika hal itu dilakukan oleh semua guru secara bersama sama, maka mengurangi korupsi, bukan sesuatu hal yang mustahil. Sedang batu karang saja akan terkikis oleh ombak lautan karena konsistensinya. Banyak sekali yang bisa kita lakukan, ah.. rasanya aku kurang pantas mengatakan kita, karena resolusi ini pada dasarnya adalah resolusiku sendiri. Tapi aku berkhayalkah apabila aku ingin semua guru yang ada di Indonesia ini semakin profesional dari hari ke hari. Tunjangan sertifikasi yang diberikan oleh pemerintah adalah amanah. Rasanya perlu kita hargai dengan ketulusan kita untuk membuka mata siswa, mengajak mereka memahami dunia, mendampingi mereka ketika menemu kerikil dalam tugas perkembangan psikologi remaja yang harus mereka lalui, lalu siapa lagi kalau bukan kita? Singkatnya, Resolusiku untuk tahun depan adalah: 

  1. Be profesional, puaskan dirimu sendiri, buat kelasmu dirindukan oleh mereka 
  2. Do something and stop complaining
  3. Jangan pernah berhenti belajar, karena kalau kau mengajar hari ini sama dengan mengajar yang kau lakukan dua tahun yang lalu, maka itu berarti kau telah merebut masa depan anak anakmu. 
  4. Jangan pernah lelah memberi motivasi untuk siswa, ingat bahwa seorang yang mempunyai kesempatan pada generasi muda adalah kamu, then do the best as you can.


 Baik pembaca, itu resolusi saya, bagaimana dengan anda? Terimakasih berkenan mampir ke blog saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar