CERITA TENTANGKU


11 MEI 2008
Mungkin hanya aku yang merasa tak ada beban ketika membaca Surat Keputusan CPNS di Bumi Makmur Indah di Lembang Bandung kali ini. Bagaimana tidak? Aku sama sekali tidak tahu dimana posisi Kecamatan Parungpanjang. Aku ditempatkan di sebuah sekolah Menengah Pertama di sebuah Kecamatan yang aku tidak tahun posisinya dimana. Tak ada rasa sedih, tak juga rasa riang gembira seperti yang diungkapkan oleh sebagian guru yang baru mendapat SK di perkotaan. Tak juga sedih bahkan menangis seperti pemandangan yang ada di sudut aula ini. Ternyata mereke ditempatkan di sebuah kampung yang jauh di pelosok desa, yang jauh darimana-mana. Dan aku, tak tahu aku harus merasa bagaimana karena aku tidak tahu dimana letak sekolah yang menjadi temapt mengajarku kelak. Yang jelas. Rasa syukur tak pernah lepas aku ucapkan dalam hati. Alhamdulillah Ya Allah, Engkau telah memberi sesuatu yang menjadi keinginan jutaan orang di bumi ini. Walaupun terkenal dengan gajinya yang kecil, PNS masih merupakan dambaan dari sekian banyak pendidik di Indonesia tercinta ini.
Ternyata setelah kami kembali ke dinas kabupaten masing-masing, baru aku tahu bahwa Parungpanjang juga termasuk daerah yang jauh dari jangkauan kota kabupaten. Tapi tetap tak mengapa karena bagiku mengajar dimanapun sama saja. Walaupun menjadi guru adalah bukan cita-citaku, tapi terbukti aku bisa mencintai pekerjaan ini. Dan sekarang berarti telah tiba saatnya aku harus mengabdi dan menunjukkan dedikasiku. Untuk siapa lagi kalau bukan untuk calon murid-muridku. Parungpanjang, here I come.....

Dari Depok, aku harus menempuh perjalanan sejauh kurang lebih 100 kilometer. Naik angkot dulu menuju Parung, kemudian berganti Bus Jurusan Tangerang dan turun di stasiun Serpong, kemudian naik kereta jurusan Rangkas Bitung dan baru kemudian turun di Stasiun Parungpanjang. Tadinya aku merasa perjalananku sudah selesai, ternyata SMP 2 parungpanjang bukan berada di kota kecamatan, tapi nun jauh di dalam perkampungan yang kurang lebih 10 km dari kota kecamatan.

Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam barulah aku sampai di sebuah sekolah yang berada di tengah-tengah padang gersang. Tak ada pepohonan yang besar dan rindang, hanya ada rumpun-rumpun perdu yang tumbuh segan mati tak mau. Aku menatap dengan penuh takzim. Akan berapa lama aku berada di sekolah ini? Akan seperti apa aku menggoreskan sejarah di Unit Gedung baru ini.

Hingga sekarang, dua tahun aku disini. Semua masih sama seperti dulu ketika aku datang. Hanya perubahan-perubahan kecil yang terjadi. Begitu juga siswa siswa di sini. Makin hari makin aku merasa menemui kesulitan dalam mengajar di kelas. Walaupun aku menganngapnya sebagi tantangan, tapi aku merasa seolah-olah tak berhasil memuat perubahan. Latar belakang orang tua yang berpendidikan rendah membuat semakin terpuruk aku merasa manahan beban. Aku selalu berusaha menjadi terbaik di segala sesuatu yang aku kerjakan. Berbagai cara sudah aku lakukan untuk menarik siswa supaya mempunyai minat belajar yang tinggi. Berbagai inovasi sengaja aku cari-cari supaya aku bisa menjadi seorang guru yang mencerahkan.

Anehnya, aku tak melihat semangat yang sama dengan rekan-rekan kerjaku. Semuanya seolah tidak mau peduli dengan kedaan siswa. Seolah mengajar hanya berguna untuk menggugurkan kewajiban saja. Mereka tak perduli hasil yang dicapai siswa. Bahkan sampai dimana daya serap siswa pun seolah tang mereka pedulikan. Yang muncul hanya keluhan-keluhan tanpa solusi. Bahwa murid-murid sulit diatur, di kelas maunya tidur, entering behaviornya minus, fasilitas sekolah kurang dan sebagainya. Semua permasalahan muncul dan hanya menjadi keluhan formalitas yang akan segera terlupa waktu. Rata-rata dari mereka sudah pasrah menerima keadaan. Mungkin sudah terlalu lelah menempuh perjalanan dari rumah ke sekolah. Banyak di antara mereka yang harus menempuh tiga jam perjalanan yang melelahkan. Belum lagi harus berjubel naik kereta jurusan Rangkasbitung yang kondisinya sudah tidak layak lagi untuk angkutan umum sebenarnya. Tapi sekali lagi itulah Indonesia.

Tak ada yang berusaha mencari solusi. Batu loncatan, itu istilah mereka. Mereka hanya menunggu waktu untuk bisa dipindahkan ke sekoleh yang dekat dengan rumah mereka. Aku tidak menyalahkan mereka. Mereka diangkat menjadi Pegawai Negeri dalam keadaan sudah berumahtangga, punya suami dan temapt tinggal tetap. Jadi, mau tak mau harus mereka jalani pekerjaan mendidik ini walau hanya menggunakan sisw-sisa tenaga mereka yang sudah terkuras habis di perjalanan. Jadi, yang penting hadir di kelas, mengajar dan kalau sudah habis waktunya keluar kelas, tanpa beban yang menghimpit di kepala. Sejauh mana teknik pengajarannya yang digunakanya berhasil dicapai. Bagaimana agar siswa tertarik dengan pembelajaran di kelas, bagaimana menorganisasi semua perlatan seadanya menjadi satu orkestra indah yang bergaung di seluruh kelas. Hanya mimpi di siang bolong.

Kadang-kadang aku terhanyut dengan pasrahya mereka menghadapi keadaan. Tapi aku selalu berusaha untuk bangkit, paling tidak membangkitkan semangatku untuk menjadi agen pembelajaran yang berhasil. Aku sibuk membaca dan mencari-cari di internet tentang tip dan trik pembelajaran seperti apa yang bisa diterapkan di kondisi dan suasana seperti di sekolah yang aku ajar ini. Aku selalu memikirkan dengan cermat skenario pembelajaran yang akan aku laksanakan di kelas. Aku slalu menggabung metode pembelajaran yang selama ini aku banyak baca dari buku. Untuk permasalahan materi ajar, aku tak pernah merasa kesulitan, karena aku rajin ke warnet yang hanya satu-satunya di kota kecamatan. Itupun mempunyai kemampuan loading yang memprihatinkan. Tapii cukuplah, daripada tidak sama sekali.

Kadang-kadang aku menemukan kepuasan yang tak terkira ketika menyelesaikan sebuah kelas. Aku merasa mata-mata mereka penuh ceria mengikuti instruksi proses pembelajaran yang aku lakukan. Senyuman, acungan jari, tepuk tangan dan tanggapan antusias membuat aku seolah-olah aku mau meninggalkan kelas. Kalau sudah seperti itu ingin rasanya aku teriak sekeras-kerasnya. Aku berhasil melakukan proses KBM yang memuaskan. Kemudian akan dengan sangat ceria aku menceritakannya di sebuah buku harian.

Namun tak jarang aku merasa kecewa bukan kepalang atas hasil pengajaran yang aku temukan. Seolah-olah rencana yang telah aku buat dengan matang gagal total entah kerana apa aku tak menemukan jawabannya. Kondisi siswa yang berbeda dan suasana yang kurang mendukung, atau bagaimana kadang aku menemukan jawaban dari kegagalanku, tapi kadang juga tak kutemukan sama sekali apa penyebab dari kegagalanku.

Kesabaran. Salah satu kata yang aku pegang teguh dari pertama dulu aku mulai mengajar. Pertama kali aku mulai benar-benar mengajar aku cenderung galak dan penuh permusuhan ke siswa. Apabila ada siswa yang bertingkah sedikit saja, itu sanggup membuat aku mengomel di kelas untuk waktu yang lama. Aku merasa posisiku waktu itu adalah sebagai penguasa kelas. Jadi siswa harus mematuhi perintahku. Aku menganggap mereka meremehkan dan menghina aku apabila mereka bercanda di kelas. Jadi Pengelolaan kelasku waktu itu mungkin hanya dipenuhi oleh ketenangan palsu yang aku buat karena rasa gentar siswa terhadap ketegasan dan kegalakannku.


LEFTHANDED

Peristiwa ini kualami pada tanggal 30 April 2012, ketika aku sedang menjalankan tugasku untuk mengantar siswa yang akan mengikuti ujian susulan di Sub RayonCatatan ini kutulis ketika aku benar benar desperate dengan keadaan tanganku yang tak kunjungbpulih seperti sedia kala setelah dua minggu yang lalu aku mengalami kecelakaan hingga membuat tangan kananku tidak berfungi sebagaimana seharusnya. Aku yang terbiassa menggunakan jari jariku untuk mengetik di laptop tiba tiba harus istirahst total dari semua aktivitas yang biasa dilakukan oleh tangan kananku. Sedih banget rasanya tak bisa melakukan apapun. Bisa anda baayangkan, mulai menyisir rambut, menalikannya, memkakai kerudung/, dan semua hal yg membutuhksn koordiasi tangan kanan dan kiri sekaligus, praktis aku butuh bantuan orang lain. Wow... and its feel so hard. Rasanya seperti lumpuh saja. Tak bisa sempurna mengurus diri sendiri termasuk mandi makan dan berpakaian. Berangkat kerja tak bisa membawa motor atau mobil. Hm, penglaman yang sangat vewrharga. Coba seandainya aku tak punya tsngsn kanan. Allah, aku mohon ampun jia selama ini lupa untuk mengucapkan terima kasih kepadaMu betapa banyak nikmat sehat ysng kau beri padaku.

 Sabtu, 26 Mei 2012

 Mencoba mengetik dengan kedua tangan sambil menatap tanamanku dari balik jendela. Rasanya sedih sekali melihat mereka tak terawat olehku. Hampir sebulan ini praktis aku tidak menggunakan tangan kananku untuk mengerjakan segala sesuatu semenjak kecelakaan itu. Salah satu hal yang turut merasakan akibatnya adalah tanamanku. Pot pot mulai kotor. Daun daun kering yang seharusnya disiangin bergelantungan malas di setiap tanaman. Dedaunan merambat tak beraturan. Hanya kuntum Jasmine yang putih mungil dan batavia yang merah merona tak putus asa. Hm, tunggu ya tanamanku sayang, sebentar lagi aku akan membelaimu dengan mesra dan merawatmu dengan sentuhan kasihku seperti biasa. Aku sudah tak sabar lagi untuk merapikan ranting dan daunmu yang tumbu liar. Pembantuku hanya menyirammu ala kadarnya. Tapi aku paham, karena ia tak mencintaimu sepertiku. 

 Tuhan telah menegurku dengan cukup sopan. Kenikmatan sehat yang sering aku lupakan. Terlalu sibuk hingga kurang bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan selama ini. Aku harus banyak belajar dari cobaan ini, aku tahu aku harus banyak introspeksi diri. Selain itu, keadaan yang aku lihat di tempat ahli tulang tempat ku berobat membuat aku menyadari bahwa apa yang aku alami masih lebih ringan dibanding dengan pasien lain. Ada anak gadis, tulang lututnya hancur, ujung jari jarinya hancur dan tulang lengannya retak karena ditabrak mobil. Dia menginap di tempat itu selama hampir sebulan. Ada anak kecil yang tulang pinggangnya tergeser karena tertimpa badan teman ketika bermain. Dan aku? Hanya retak pergelangan tangan, kenapa harus menangis nangis dan merasa sengara? Tidak. Life must go on. Untuk sementara aku harus lefthanded dulu. Untuk itu aku berterimakasih padamu ya alah atas teguranmu kepadaku yang cukup halus. Astagfrullah...

 Hari ini hampir sebulan semenjak kejadian itu. Untuk pertama kali aku mengangkat pergelangan tangan kananku untuk mengetik. Masih sangat berat dan kaku, tapi ternyata bisa, dan aku tak henti henti untuk mensyukurinya karena mengetik adalah kegiatan yang hampir tiap hari aku lakukan. Walaupun aku masih belum bisa melakukan hal berarti yang lain tapi rasanya itu adalah kemajuan yang sangat menyenangkan untukku. Ya, aku senang, walaupun aku masih belum bisa menguncir rambutku dan menyetir sendiri untuk pergi ke sekolah. Selama hampir sebulan ini aku tak kemana mana, hanya pergi ke sekolah dan ke tempat ahli tulang untuk terapi urut pergelangan tanganku yang terluka. Dan bisa dibayangkan aku hanya ditemani Blackberry aku mengusir sepi. Tapi bagiku itu juga sudah luar biasa. Bukankah orang bilang dengan internet berarti dunia ada dalam genggaman. Hmm Satu yang menjadi ceritaku, ketika harus setiap hari menahan nyeri di pergelangan tangan, dengan Blakberry di tangan kiri aku mencari pelampiasan. Selama ini aku tak terlalu menyukai chatting yang hanya basa basi saja, tetapi demi mengalihkan rasan sakitku aku menyambut sapaan sahabat sahabat FB yang selama ini tak banyak berkomunikasi lewat chat. Selama ini hanya saling comment atau bahkan saling berdiam diri saja walaupun tiap hari saling membaca update status di beranda masing-masing. Aku yang selama ini tak terlalu mem[erdulikan meeka mereka yang iseng tiba tiba dengan ramah menyambut sapaan atau inbox mereka. Bahkan ada yang menggelikan. Suatu saat ada inbox yang masuk. Kalimatnya sederhana..
 ”Hallo Cantik, boleh kenalan Ga?”. 
 Aku tersenyum. Si pengirim inbox terlihat masih sangat belia di foto profilnya. Aku menebaknya masi berusia di bawa 20 tahunan. Karena sedang iseng aku membalas, 
 “ tergantung..”.
 Langsung dijawab dengan pertanyaan 
, ”tergantung apa Cantik?”
 “tergantung apa wajah kamu seganteng yang di profil”
 “Oh pasti dong.., sekolah dimana Cantik?”
 (Gubrak.. aku ngakak tertawa, hmm lanjutin ga ya iseng ini pikirku.. Engga ah. Kasian..kemudian aku membalas inbox itu dengan)...
 “Hmm, aku seusia bundamu sayang, panggil aku bunda ya..aku gurumu kalo kamu masih sekolah, aku bs jadi dosenmu kalo kamu kuliah” 
 “Ha,,, bundaku usianya 65 tahun tahuu”
 (qiqiqi, tambah lucu nih bocah pikirku) Bla bla bla akhirnya dia paham tapi tetap mengakhiri dengan gombalan, “Habis bunda cantik sih..
 Hmmm, Ya Allah, malaikat darimana ini. Datang untuk menghibur hatiku yang sedang dilanda nyeri amat sangat di pergelangan tangan kananku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar