08 April 2009

Book Review
Judul Buku : Three Cups of Tea
Pengarang : Greg Mortenson dan David Oliver Relin
Tebal Buku : 623 halaman
Pembuat Review : Endang Setiyaningsih, S.Pd, M.M.

Buku ini bukan merupakan buku cerita fiksi karena semua berdasarkan kisah nyata. Buku merupakan memorabilia tentang seorang pejuang kemanusiaan yang dengan gigih mendirikan sekolah dan pendidikan untuk sebuah komunitas yang mempunyai pandangan dan prinsip yang berbeda karena suku yang ditolongnya adalah pemeluk agama Islam, seorang muslim, sedangkan dia adalah seorang Amerika yang memandang bahwa islam identik dengan terorisme.
Bagi anda yang hobby mendaki gunung, membaca buku three cups of tea ini merupakan semacam memori yang mengingatkan kita kembali akan pemandangan yang hanya bisa dinikmati dari ketinggian. Sensasi dingin dan hembusan angin yang tak dapat kita nikmati di tempat lain, atau keheningan malam yang mencekam dalam kesendirian. Tapi bukan hanya itu manisnya buku ini. Anda akan mengenal bagaiamana seekor semut tetapi mempunyai langkah bagaikan gajah, seorang kurcaci tetapi mempunyai kuasa bagaikan raksasa, seorang yang tidak kaya tetapi memiliki keinginan yang sangat besar untuk memberikan sesuatu untuk orang lain. Sesuatu yang teramat mahal harganya, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi penduduk suku balti yang ditolongnya. Bagaimana seorang yang biasa saja tetapi karena ketulusannya bisa melakukan hal yang sangat luar biasa nilainya.
Berangkat dari kegagalannya mendaki K2, pegunungan Karokaram yang berada di Pakistan, Greg Mortenson tersesat di kampung Korphe, pedalaman Pakistan yang merupakan suku terasing yang amat jauh dari sentuhan dunia luar. Kehangatan yang ditunjukkan penduduk Korphe dalam menjamu tamu sangat menyentuh hari Mortenson. Dalam kesederhanaan, atau bahkan bisa dibilang dalam kemiskinan, mereka berusaha memberi yang terbaik untuk tamu asing mereka. Bahkan makanan, yang jarang mereka makan, dan barang barang yang tak pernah mereka gunakan, dikeluarkan untuk sang tamu asing yang tidak pernah datang sebelumnya di kampung mereka.
Greg Mortenson, seorang pendaki gunung yang gagal menaiki puncak K2, terpisah dari rombongan, bahkan tersesat dalam kondisi yang mengenaskan, tiga bulan tidak mandi, makan seadanya, kehilangan 5 orang dari anggota tim ekspedisinya yang terdiri dari 12 orang, kondisi wajah, rambut, baju yang jauh dari penampilan orang balti kebanyakan, tidak membuat masyarakat Korphe meragukan Mortenson. Mereka menolong dan memberi dengan tulus.Haji Ali, Kepala kampung Korphe, mengatakan bahwa apabila anda ingin berhubungan dengan masyarakat sini, maka minumlah tiga cangkir teh dengan mereka. Cangkir pertama, anda adalah seorang asing, cangkir kedua, anda adalah seorang tamu, cangkir ketiga anda sudah menjadi keluarga.
Menyaksikan bagaimana anak anak penduduk kampung Korphe belajar, yaitu duduk melingkar di tanah terbuka dalam keadaan yang dingin, tanpa guru yang memandu, mencoret coret tanah dengan kayu karena tak punya kayu dan buku, benar-benar menjerat Morenson dalam masa depan yang panjang di Pakistan. Hati Mortenson tergerak untuk membuat sekolah di kampung Korphe dan dia berpamitan sambil berjanji akan kembali lagi untuk membuat sekolah di kampung ini
Greg Mortenson Bukan milyuner, dia berusaha mati-matian untuk memperoleh bantuan dana. Dan di Amerika, yang mayoritas non muslim, anda mencari danasi untuk penduduk Moslem yang negaranya terkenal dengan teoris dan muslim fanatiknya? Hampir tak mungkin., Dia berusaha mencari donatur untuk mendirikan sekolah yang diinginkannya. Setelah 580 surat dia kirimkan ke berbagai lembaga dan yayasan. Usahanya membawa hasil seorang pengusaha kaya tertarik dengan ketulusan hati Mortenson. Joen Hoerni yakin bahwa Mortenson pasti tak banyak akan mendapat dukungan karena menolong kaum Muslim di Pakistan, maka sebagai mantan pendaki, Jon Hoerni memberikan seluruh dana yang dibutuhkan oleh Mortenson dalam membangun sekolah itu.
Namun usaha Mortenson tak berjalan mulus, selain di tipu oleh seorang Pakistan yang licik, yang berusaha mengambil semua bahan bangunan yang sudah dibelinya, Mortenson juga terhalang sebuah sungai besar yang sama sekali tidak memungkinkan membawa ‘sekolahnya’ menyeberangi sungai tersebut untuk bisa sampai ke Korphe. Dengan gigih Mortenson kembali ke Amerika untuk mencari dana lagi guna membangun jembatan. Hingga akhirnya terwujud juga sebuah jembatan yang menghubungkan suku balti dengan dunia luar yang selama ini hanya terjadi jika mereka menyeberangi sungai tersebut dengan duduk di keranjang yang digantung pada tali yang menggantung tinggi di atas jurang sungai yang mengerikan dan tentu saja penuh dengan resiko
Sebuah sekolah di Korphe ternyata hanya sebuah awal. Melihat hasil kerja dan kesungguhan Mortenson dalam membelanjakan uang bantuannya Jon Hoerni memberikan modalnya untuk Mortenson, sehingga dia membuat sebuah yayasan Institut Asia Tengah (Central Asia Institut), dan menjadikan Mortenson sebagai direkturnya. Sekolah yang satu demi satu berdiri membuat Mortenson semakin terkenal di Pakistan. Menurutnya pendidikan merupakan salah satu cara untuk memerangi terorisme. Baginya mendidik perempuan lebih penting karena perempuan akan kembali ke asalnya, ke kampungnya untuk membawa perubahan. Dan itu hanya dilakukan oleh sedikit laki-laki.
Dr. Greg, panggilan Greg Mortenson Di Baltistan, adalah seorang pekerja kemanusiaan yang hebat. Dia rela berpisah dari anak dan istrinya dengan bolak balik Amerika Pakistan, dia menghabiskan hamper sepanjang tahun terbagi menjadi dua yaitu Pakistanm dan Amerika, Sebuah jarak yang tak dekat, bahkan ada di belahan bumi yangberbeda. Dia pernah diculik oleh milisi Taliban selama delapan hari dan akhirnya dilepas karena reputasinya di Pakistan sebagai seorang pendiri sekolah. Mortenson juga sempat terjebak dalam perang dan akhirnya selamat karena bersembunyi di bawah kulit binatang di dalam truk. Tetapi itu tak membuat langkah Mortenson surut dalam menebar sekolah di Pakistan.
Buku ini membuat kita berpikir. Betapa kita selalu menumpuk harta, untuk kita sendiri, dan enggan berbagi, Di belahan bumi lain, seorang Kafir(istilah suku balti dalam menyebut bangsa Amerika) berusaha memberi sesuatu yang sebetulnya tak dimilikinya. Langkah Mortenson adalah langkah raksasa yang penuh tapak yang membekas di Pakistan untuk selama lamanya selama bumi masih ada kehidupan.
adalah spirit yang bisa diharapkan mengisi kalbu para orangtua, guru dan jiwa jiwa yang peduli terhadap pendidikan, sehingga bisa membawa harapan Greg Mortenson, harapan kita semua, bahwa kita semua melakukan bagian masing-masing guna mewariskan perdamaian dan pendidikan pada anak anak kita, dan bukannya lingkaran tanpa akhir dari kekerasan, perang, eksploitasi, terorisme, rasisme, dan prasangka yang masih belum berhasil kita taklukkan.
Selamat Membaca.